Saba’ adalah sebuah
kerajaan di abad klasik yang berdiri sejak 1300 SM, terletak di wilayah
Yaman saat ini. Kemasyhuran negeri Saba’ benar-benar sesuatu yang
fenomenal dan menakjubkan bagi siapa saja yang mengetahui kisahnya.
Siapakah Saba’ Itu?
Siapakah Saba’ Itu?
Dalam hadis Farwah bin Musaik, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
pernah ditanya oleh seorang laki-laki, “Ya Rasulullah, kabarkanlah
kepadaku tentang Saba’? Apakah Saba’ itu? Apakah ia adalah nama sebuah
tempat ataukah nama dari seorang wanita?” Beliau pun menjawab,
لَيْسَ بِأَرْضٍ وَلَا امْرَأَةٍ وَلَكِنَّهُ رَجُلٌ وَلَدَ عَشْرَةً مِنَ العَرَبِ، فَتَيَامَنَ سِتَّةٌ وَتَشَاءَمَ أَرْبَعَةٌ
“Dia bukanlah nama suatu tempat dan
bukan pula nama wanita, tetapi ia adalah seorang laki-laki yang memiliki
sepeluh orang anak dari bangsa Arab. Enam orang dari anak-anaknya
menempati wilayah Yaman dan empat orang menempati wilayah Syam.” (HR. Abu Dawud, no. 3988 dan Tirmidzi, no. 3222).
Dalam riwayat Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhu
ada tambahan nama-nama dari anak Saba, “Adapun yang menempati wilayah
Yaman, mereka adalah: Madzhij, Kindah, al-Azd, al-Asy’ariyun, Anmar, dan
Himyar. Dan yang menempati wilayah Syam adalah Lakhm, Judzam, Amilah,
dan Ghassan (HR. Ahmad, no. 2898).
Para sejarawan juga mencatat bahwa nama
asli dari Saba’ adalah Abdu asy-Syams. Dan sebagaimana kita ketahui,
nama-nama kabilah Arab terambil dari nama anak-anak Saba’.
Kerajaan Saba'
Awalnya kerajaan Saba’ dikenal dengan dengan Dinasti Mu’iinah sedangkan raja-raja mereka dijuluki sebagai Mukrib Saba’. Ibu kotanya Sharwah, yang puing-puingnya terletak 50 km ke arah barat laut dari kota Ma’rib. Pada periode inilah bendungan Ma’rib mulai dibangun. Periode ini antara tahun 1300 SM hingga 620 SM. Pada periode berikutnya, antara tahun 620 SM – 115 SM, barulah mereka dikenal dengan nama Saba’. Mereka menjadikan Ma’rib sebagai ibu kotanya.
Letak Geografi
Awalnya kerajaan Saba’ dikenal dengan dengan Dinasti Mu’iinah sedangkan raja-raja mereka dijuluki sebagai Mukrib Saba’. Ibu kotanya Sharwah, yang puing-puingnya terletak 50 km ke arah barat laut dari kota Ma’rib. Pada periode inilah bendungan Ma’rib mulai dibangun. Periode ini antara tahun 1300 SM hingga 620 SM. Pada periode berikutnya, antara tahun 620 SM – 115 SM, barulah mereka dikenal dengan nama Saba’. Mereka menjadikan Ma’rib sebagai ibu kotanya.
Letak Geografi
Dahulu, secara garis besar wilayah
Jazirah Arab dibagi menjadi dua bagian, bagian Utara dan bagian Selatan.
Arab bagian Selatan lebih maju dibandingkan Arab bagian Utara.
Masyarakat Arab bagian Selatan adalah masyarakat yang dinamis dan
memiliki peradaban, mereka telah mengenal kontak dengan dunia
internasional karena pelabuhan mereka terbuka bagi pedagang-pedagang
asing yang hendak berniaga ke sana. Sementara orang-orang Arab Utara
adalah mereka yang terbiasa dengan kerasnya kehidupan padang pasir,
mereka kaku dan lugu karena kurangnya kontak dengan dunia luar. Tentu
saja geografi kerajaan Saba’ sangat mempengaruhi bagi kemajuan peradaban
mereka.
Kemakmuran Kaum Saba’
Kemakmuran Kaum Saba’
Kerajaan Saba’ terkenal dengan hasil
alamnya yang melimpah, orang-orang pun banyak berhijrah dan bermitra
dengan mereka. Perekonomian mereka begitu menggeliat hidup dan sangat
dinamis. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfiman mengabarkan tentang kemakmuran kaum Saba’
لَقَدْ كَانَ
لِسَبَإٍ فِي مَسْكَنِهِمْ ءَايَةٌ جَنَّتَانِ عَن يَمِينٍ وَشِمَالٍ
كُلُوا مِن رِّزْقِ رَبِّكُمْ وَاشْكُرُوا لَهُ بَلْدَةٌ طَيِّبَةٌ وَرَبٌّ
غَفُورٌ
“Sesungguhnya bagi kaum Saba’ ada
tanda (kekuasaan Allah) di tempat kediaman mereka, yaitu dua buah kebun,
di sebelah kanan dan di sebelah kiri.” (QS. Saba’: 15)
Kedua kebun tersebut sangat luas dan
diapit oleh dua gunung di wilayah Ma’rib. Tanahnya pun sangat subur,
menghasilkan berbagai macam buah dan sayuran. Qatadah dan Abdurrahman
bin Zaid rahimahumallah mengisahkan, apabila ada seseorang yang
masuk ke dalam kebun tersebut dengan membawa keranjang di atas
kepalanya, ketika keluar dari kebun itu keranjang tersebut akan penuh
dengan buah-buahan tanpa harus memetik buah tersebut. Abdurrahman bin
Zaid menambahkan, di sana tidak ditemukan nyamuk, lalat, serangga,
kalajengking, dan ular (Tafsir ath-Thabari, 20: 376-377).
Menurut al-Qusyairi, penyebutan dua kebun
tersebut tidak berarti bahwa di Saba’ kala itu hanya terdapat dua kebun
itu saja, tapi maksud dari dua kebun itu adalah kebun-kebun yang berada
di sebelah kanan dan kiri lembah atau dianatara gunung tersebut.
Kebun-kebun di Ma’rib saat itu sangat banyak dan memiliki tanaman yang
bervariasi (Fathul Qadir, 4: 422).
Yang membuat tanah di Ma’rib menjadi
subur adalah bendungan Ma’rib atau juga dikenal dengan nama bendungan
‘Arim, bendungan yang panjangnya 620m, lebar 60m, dan tinggi 16m ini
mendistribusikan airnya ke ladang-ladang penduduk dan juga menjadi
sumber air di wilayah Ma’rib.
Literatur sejarah menyebutkan bahwa yang
membangun bendungan ini adalah Raja Saba’ bin Yasyjub sedangkan
buku-buku tafsir mencatumkan nama Ratu Bilqis sebagai pemrakarsa
dibangunnya bendungan ini. Ratu Bilqis berinisiatif mendirikan bendungan
tersebut lantaran terjadi perebutan sumber air di antara rakyatnya yang
mengakibatkan mereka saling bertikai bahkan saling membunuh.
Dengan dibangunnya bendungan ini,
orang-orang Saba’ tidak perlu lagi khawatir akan kehabisan air dan
memperbutkan sumber air, karena bendungan tersebut sudah menjamin
kebutuhan air mereka, mengairi kebun-kebun dan memberi minum ternak
mereka.
Kehancuran Kaum Saba’
Kehancuran Kaum Saba’
Sebelum Ratu Bilqis masuk Islam, kaum
Saba’ menyembah matahari dan bintang-bintang. Setelah ia memeluk Islam,
maka kaumnya pun berbondong-bondong memeluk agama Islam yang didakwahkan
oleh Nabi Sulaiman ‘alaihissalam.
Sampai kurun waktu tertentu, kaum Saba’ tetap mentauhidkan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Namun kemudian, mereka kembali ke agama nenek moyang mereka, menyembah matahari dan bintang-bintang. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengutus tiga belas orang rasul kepada mereka (Tafsir Ibnu Katsir,
6: 507), akan tetapi mereka tetap tidak mau kembali ke agama
monotheisme, mentauhidkan Allah dan tidak menyekutukannya dengan
sesuatu apa pun. Allah pun mencabut kenikmatan yang telah Dia
anugerahkan kepada mereka,
فَأَعْرَضُوْا فَأَرْسَلْنَا عَلَيْهِمْ سَيْلَ العَرِمِ
“Tetapi mereka berpaling, maka kami datangkan kepada mereka banjir al-‘arim.” (QS. Saba’: 16)
Penyebab Hancurnya Bendungan Ma’rib
Penyebab kehancuran bendungan tersebut tentu saja adalah takdir Allah Subhanahu wa Ta’ala
dan akibat dari kaum Saba’ yang kufur akan nikmat Allah terhadap
mereka. Namun, Allah menciptakan suatu perantara yang bisa diterima oleh
logika manusia agar manusia lebih mudah untuk merenungi dan mengambil
pelajaran. Di dalam buku-buku tafsir disebutkan, seekor tikus yang lebih
besar dari kucing sebagai penyebab runtuhnya bendungan Ma’rib.
Subhanallah! Betapa mudahnya Allah menghancurkan bendungan tersebut,
meskipun dengan seekor makhluk kecil yang dianggap remeh, tikus.
Sebab lain yang disebutkan oleh sejarawan
adalah terjadinya perang saudara di kalangan rakyat Saba’ sementara
bendungan mereka butuh pemugaran karena dirusak oleh musuh-musuh mereka
(at-Tahrir wa at-Tanwir, 22: 169), perang saudara tersebut mengalihkan
mereka dari memperbaiki bendungan Ma’rib. Allahu a’lam mana yang lebih
benar mengenai berita-berita tersebut.
Bendungan ini hancur sekitara tahun 542
M. Setelah itu, mereka hidup dalam kesulitan, tumbuhan-tumbuhan yang
tumbuh subur di tanah mereka tidak lagi menghasilkan buah seperti
sebelum-sebelumnya dan Yaman saat ini termasuk salah satu negeri
termiskin dan terkering di Jazirah Arab. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
“Tetapi mereka berpaling, maka Kami
datangkan kepada mereka banjir yang besar dan Kami ganti kedua kebun
mereka dengan dua kebun yang ditumbuhi (pohon-pohon) yang berbuah pahit,
pohon Atsl dan sedikit dari pohon Sidr. Demikianlah Kami memberi
balasan kepada mereka karena kekafiran mereka. Dan Kami tidak
menjatuhkan azab (yang demikian itu), melainkan hanya kepada orang-orang
yang sangat kafir.” (QS. Saba’: 16-17)
Dalam firman-Nya yang lain
“Dan Allah telah membuat suatu
perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tenteram,
rezekinya datang kepadanya melimpah ruah dari segenap tempat, tetapi
(penduduk)nya mengingkari nikmat-nikmat Allah; karena itu Allah
merasakan kepada mereka pakaian kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa
yang selalu mereka perbuat. Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka
seorang rasul dari mereka sendiri, tetapi mereka mendustakannya; karena
itu mereka dimusnahkan azab dan mereka adalah orang-orang yang zalim.” (QS. An-Nahl: 112 – 113).
Kalau kita renungkan kisah kaum Saba’
dengan perenungan yang mendalam, tentu saja kita menemukan suatu
kengerian, bagaimana sebuah negeri yang teramat sangat subur, lalu
menjadi negeri yang kering dan tandus. Allah mengabadikan kisah kaum
Saba’ ini di dalam Alquran dan memberi nama surat yang memuat kisah
mereka dengan surat Saba’. Hal ini tentu saja dimaksudkan agar manusia
senantiasa mengingat-ingat apa yang terjadi kepada kaum ini. Demikian
pula negeri kita, Indonesia, yang disebut sebagai jamrud katulistiwa,
tongkat yang dibuang ke tanah akan menjadi pohon, sebagai gambaran
kesuburannya, hendaknya kita merenungi apa yang terjadi pada kaum Saba’
agar kita tidak mengulang kisah perjalan mereka.
“Sesungguhnya pada yang demikian itu
benar-benar terdapat tanda- tanda kekuasaan Allah bagi setiap orang yang
sabar lagi bersyukur.” (QS. Saba’: 19)
(Sisa-sisa bangunan Negeri Saba')